Skandal APD Sumut: Siapa Dalang di Balik Dana Covid Rp24 M?
Kasus korupsi dana Covid-19 di Dinkes Sumut menyeret pejabat hingga juru parkir. Publik mendesak Kejatisu ungkap aliran dana Rp24 miliar dan usut nama-nama besar yang diduga dilindungi.

TOPIKPUBLIK.COM – MEDAN, Sumatera Utara – Kasus korupsi dana Covid-19 di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara terus menyita perhatian publik. Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) senilai puluhan miliar rupiah, namun gelombang desakan agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) menindak semua pihak yang diduga terlibat justru semakin menguat.
Dugaan praktik rasuah dalam proyek pengadaan APD ini bukan hanya menyeret nama-nama pejabat struktural dan perusahaan rekanan, tetapi juga pihak-pihak yang diduga hanya dijadikan boneka direktur oleh aktor utama di balik layar. Skandal ini pun berkembang menjadi isu besar yang mengguncang kredibilitas lembaga pelayanan kesehatan di daerah.
Empat nama yang sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka adalah:
-
dr. Alwi Mujahit Hasibuan, mantan Kepala Dinas Kesehatan Sumut,
-
dr. Aris Yudhariansyah, pejabat Dinkes,
-
Robby Messa Nura, diduga sebagai penerima aliran dana terbesar dengan nilai fantastis Rp15 miliar, dan
-
Ferdinan Hamzah Siregar.
Namun fakta-fakta di persidangan mengungkap bahwa bukan hanya empat orang yang menikmati dana korupsi Covid-19 ini. Lebih dari selusin nama lain disebut dalam dakwaan dan kesaksian sebagai pihak penerima aliran dana, meskipun hingga kini belum satu pun di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Daftar Nama yang Diduga Terima Dana Korupsi Pengadaan APD Covid-19
Berdasarkan dokumen persidangan dan kesaksian saksi-saksi kunci, berikut adalah daftar sejumlah nama yang disebut turut menikmati dana negara:
-
dr. Fauzi Nasution, disebut menerima dana dalam jumlah lebih besar dari Alwi,
-
dr. David Luther Lubis, menerima sekitar Rp1,4 miliar,
-
PT Sadado Sejahtera Medika, menerima dana senilai Rp742 juta,
-
dr. Emirsyah Harahap, disebut menikmati aliran dana ratusan juta rupiah,
-
Ferdinan Hamzah Siregar, terlibat ganda dan diduga menerima puluhan juta,
-
Hariyati SKM, menerima Rp10 juta,
-
Azuarsyah Tarigan, menerima puluhan juta rupiah,
-
Ruben Simanjuntak, juga menerima puluhan juta,
-
Muhammad Suprianto, seorang juru parkir yang diduga dipinjam namanya sebagai direktur fiktif salah satu perusahaan rekanan, serta tercatat sebagai anggota organisasi kemasyarakatan di Medan.
Selain nama-nama di atas, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama dr. David Luther, terungkap pula beberapa nama pejabat struktural yang disebut terlibat, antara lain:
-
Sri Purnamawati, Kabid SDMK & Alkes Dinkes (kini Direktur RS Haji Medan),
-
Ardi Simanjuntak, pejabat penatausahaan keuangan Dinkes,
-
Hariyati, pejabat pengadaan,
-
Mariko Ndruru, Wakil Direktur PT Sadado.
Tuduhan Tebang Pilih dan Perlindungan Nama Besar
Sorotan tajam kini tertuju pada Kejatisu yang dinilai belum menyentuh seluruh aktor kunci. Aktivis antikorupsi Sumut, Sofyan, SH, menyebut ada indikasi kuat praktik "pengamanan nama-nama tertentu" dalam proses penegakan hukum.
Ironisnya, dalam persidangan terungkap bahwa dari total Rp24 miliar dana pengadaan APD, hanya Rp16,4 miliar yang dilaporkan dikorupsi oleh Alwi (Rp1,4 miliar) dan Robby (Rp15 miliar). Lalu bagaimana dengan sisa dana sebesar Rp9 miliar yang belum jelas alirannya?
"Ini jelas dan terang benderang. Fakta persidangan menunjukkan aliran dana yang masif, tapi kenapa hanya empat orang yang diproses hukum? Kami menduga kuat ada pihak-pihak yang sengaja dilindungi," ujar Sofyan.
Pandemi Jadi Ladang Bancakan Anggaran?
Kritik publik menguat terhadap lembaga penegak hukum. Dalam konteks bencana nasional seperti pandemi Covid-19, para pelaku justru menjadikan anggaran darurat sebagai ladang bancakan. Penanganan yang setengah hati terhadap kasus ini dianggap mencoreng upaya pemberantasan korupsi di Sumut dan menciptakan preseden buruk.
Desakan kini meluas agar Kejatisu menelusuri lebih dalam peran organisasi kemasyarakatan, pejabat kesehatan lainnya, serta potensi aliran dana ke pihak luar pemerintahan. Banyak pihak percaya, jika penyidikan tidak menyentuh akar, maka kasus ini hanya akan menjadi bagian dari deretan skandal korupsi yang "tuntas di permukaan, namun busuk di kedalaman."
Editor: Thab212
Wartawan: Rizky Zulianda