Pemilik Lahan Lawan Eksekusi Tanah 4 Ha di PN Medan

Pemilik lahan Muhammad Nur Azaddin ajukan perlawanan (derden verzet) atas eksekusi tanah 4,05 Ha di Medan Labuhan. Massa Mazilah gelar aksi damai di PN Medan dan laporkan dugaan pemalsuan Grant Sultan ke Poldasu.

Pemilik Lahan Lawan Eksekusi Tanah 4 Ha di PN Medan
Soal Sengketa Lahan, Pemilik Lahan Lakukan Perlawanan (Derden Verzet)

TOPIKPUBLIK.COM - MEDAN — Ratusan massa dari Majelis Zikir As-Sholah (Mazilah) menggelar aksi damai menolak eksekusi tanah di depan Gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/7). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes atas rencana eksekusi lahan seluas 4,05 hektare yang berada di Jalan Pancing I, Kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan — lahan yang selama ini dikuasai oleh anggota Mazilah, Muhammad Nur Azaddin.

Dalam tuntutannya, massa meminta agar PN Medan menunda eksekusi lahan sengketa tersebut karena saat ini proses perlawanan hukum (Derden Verzet) sedang berlangsung di pengadilan.

"Kembalikan hak tanah milik saudara kami Muhammad Nur Azaddin. Kami minta kepada PN Medan untuk menunda proses eksekusi sampai ada putusan hukum yang berkekuatan tetap (inkracht)," tegas Syamsir Bukhori, Koordinator Aksi sekaligus Ketua DPW Mazilah Deliserdang.

Proses Hukum Derden Verzet Masih Berjalan

Syamsir menegaskan bahwa perlawanan terhadap eksekusi tanah ini telah resmi didaftarkan melalui mekanisme Derden Verzet di PN Medan. Oleh karena itu, seluruh pihak, termasuk aparat dan pengadilan, diminta untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

"Kami tidak akan diam jika keluarga kami diperlakukan secara sewenang-wenang. Kami bukan intervensi hukum, tapi menjalankan kontrol sosial sebagai warga negara," ujarnya.

Massa pun mengultimatum bahwa jika permintaan ini diabaikan, mereka akan kembali dengan jumlah massa yang lebih besar.

"Jangan salahkan kami bila nanti membawa massa lebih besar ke PN Medan. Kami tetap pada posisi sebagai pengawas sosial yang sah dan damai," katanya menegaskan di akhir orasi.

Massa Pasang Plang di Lokasi Tanah Sengketa

Usai menyuarakan tuntutan di PN Medan, massa bergerak menuju objek tanah yang disengketakan di Jalan Pancing I, Medan Labuhan, dan memasang plang pengumuman yang menegaskan status hukum atas tanah tersebut.

Tertulis dalam plang:
"Tanah Ini Seluas +/- 40.500 m² Terletak di Jalan Pancing 1, Kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan. Saat Ini Sedang Dalam Proses Pembantahan/Perlawanan Di Pengadilan Negeri Medan. Terdaftar Dengan Register 584/PDT.BTH/2025/PN Medan."

Tim Hukum Laporkan Dugaan Pemalsuan Grant Sultan

Tim pengacara Muhammad Nur Azaddin yang terdiri dari Dr. (Cand) Yusri Fahri, SH, MH, Iskandar, SH, dan Mursida, SH, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan surat penundaan eksekusi ke PN Medan serta menyurati Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).

"Kami juga akan membawa perkara ini ke Satgas Mafia Tanah Mabes Polri dan Komnas HAM pada 15 Juli 2025. Kami menduga ada kejanggalan dalam dasar klaim atas lahan ini," ungkap Yusri.

Menurut Yusri, sengketa lahan di Medan Labuhan ini melibatkan pihak-pihak yang tidak jelas dasar hak kepemilikannya. Mereka mengklaim memiliki Grant Sultan sebagai alas hak, namun setelah dikonfirmasi ke Kesultanan Deli, disebutkan bahwa lokasi objek tanah yang disengketakan bukan termasuk wilayah Grant Sultan.

"Objek yang disengketakan ini bukan berada di atas tanah Sultan. Grant Sultan No. 1657 itu berada di Jalan Brigjen Katamso, bukan di Jalan Pancing I. Objek ini adalah tanah konsesi, bukan bagian dari wilayah Kesultanan," tegasnya.

Lebih lanjut, tim hukum telah melaporkan dugaan pemalsuan surat tanah tersebut ke Polda Sumatera Utara (Poldasu). Sebanyak 15 orang dilaporkan terkait dugaan penggunaan dokumen palsu berupa Grant Sultan fiktif sebagai dasar klaim tanah.

"Kami menduga ada pemalsuan dokumen negara. Maka kami sudah melapor ke Poldasu agar semua terang-benderang," tegas Yusri.

Sengketa Lahan Medan Labuhan Harus Diusut Tuntas

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut praktik mafia tanah, dugaan pemalsuan dokumen Grant Sultan, dan potensi kriminalisasi warga dalam sengketa tanah yang belum inkracht.

Masyarakat berharap aparat penegak hukum mengusut tuntas sengketa ini dan memastikan keadilan ditegakkan. Di tengah maraknya konflik pertanahan, kasus Muhammad Nur Azaddin mencerminkan urgensi penertiban data dan otoritas legal atas kepemilikan tanah di kawasan Medan Labuhan.